Minggu, 21 Februari 2010

GAYA HIDUP, MUSIK DAN IDEOLOGI

GAYA HIDUP, MUSIK DAN IDEOLOGI

Oleh : Dody Nur Andriyan

Banyak generasi muda zaman sekarang yang gaya hidupnya sangat heddonist (berasal dari kata heddon: kesenangan, artinya hidup dengan penuh kesenangan, lebih suka hura-hura, dan bersenang-senang). Mereka lahir pada dekade 90an, setelah kemenangan Liberalisme terhadap Komunisme dan menggejalanya globalisasi dan gaya hidup metropolis. (Ingat, The End Of History and The Last Man Francis Fukuyama di rilis tahun 1992, dan The Clash Of Civilization and The Remaking of The World Order Samuel Huntington dirilis tahun 1996). Maka tidak heran jika generasi sekarang sangat buta terhadap apa itu ideologi, apa itu budaya, apa itu heddonistsm. Jangankan berbicara masalah seperti itu, pada masa sekarang ini, kita akan sangat sulit menemui bocah-bocah (di perkotaan dan di daerah sub urban, urban, apalagi metropolis) bermain petak umpet, gobak sodor, dan permainan yang mengandalkan kekompakan dan kerjasama serta melatih fisik dan lebih bersifat komunal. Yang ada sekarang diganti dengan permainan individual yang mementingkan ego, mengurung anak dalam dunia sendiri, autis, apatis, skeptis, dan tidak menumbuhkan empati dan rasa perkawanan yang kuat. Jadilah sekarang ini bocah-bocah lahir dan tumbuh sebagai anak-anak yang egois, individualis, rasa empati, simpati dan solidaritasnya mengering. Sejalan dan simetris dengan pengetahuan mereka untuk menyibak apa yang ada dibalik gaya hidup yang mereka anut.

Kita tentu harus menyepakati dahulu apa itu gaya hidup, musik dan ideologi. Gaya hidup dan musik akhir-akhir ini tidak bisa dipisahkan, keduanya sangat bertalian erat dan menyatu. Apa yang dinamakan life style (gaya rambut, gaya berpakaian,tempat makan, makanan, pola hidup, dsb) adalah sangat terpengaruh, salah satunya adalah oleh musik. Coba kita lihat acara-acara musik, pencarian bakat, panggung festival, dsb tentu akan lebih ramai di kunjungi dan dijadikan ”kiblat”, daripada tempat ibadah, perpustakaan, toko buku dsb. Sebuah pertunjukkan musik tentu saja akan lebih banyak dikunjungi daripada sebuah acara seminar atau bedah buku. Hal yang sama terjadi sejak zaman Romawi dengan politik ”Colleseum” Kaisar Nero dari Romawi. Pertunjukkan musik, ajang pencarian bakat, panggung-panggung festival musik lengkap dengan tingkah pola dan perilaku artis dan musisinya di jadikan barometer dan ”kiblat” oleh anak muda. Gaya rambut seorang musisi artis yang tidak lazim dan kontroversial akan dengan mudah di tiru dan di imitasi oleh ribuan generasi muda, bukan hanya dandanan, gaya hidup mereka; gonta-ganti pacar, samen liven, sampai dengan nekad membunuh idola mereka karena emosi yang meletup seperti yang terjadi pada John Lennon. Gaya rambut Mohawk ala prajurit Romawi lalu di adaptasi oleh musisi Punk, dan kemudian di ikuti oleh pemuja-pemuja musik PUNK di seantero dunia. Bahkan seorang Frederick Ljungberg yang bermain untuk klub sepakbola Arsenal dan juga David Beckham juga mengadopsi gaya rambut ini, seperti juga yang dilakukan Ahmad Dhani, menjadikan booming gaya rambut ala Mohawk ini semakin menjadi-jadi. Sampai disini kita sampai pada kesimpulan bahwa ada korelasi kuat antara musik dengan life style, atau dengan kata lain, bahwa musik sangat berpengaruh terhadap gaya hidup (life style depend on music).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar